MAKALAH Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih





Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.Dalam makalah ini kami membahas tentang Ushul Fiqih”.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen kami KH. Abdul Hanan, M.Ag.yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang turut berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan sepanjang hayat dalam ajaran islam. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi sekaligus menambah wawasan bagi kita para pembaca.
Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah maupun kosa kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik dan benar.
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.Terima kasih.









Bandung, 4 November 2016
Penyusun



DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................................... 

BAB I: Pendahuluan
1.1         Latar Belakang ....................................................................................................... 
1.2         Rumusan Masalah ...................................................................................................
1.3         Tujuan .....................................................................................................................

BAB II: Pembahasan
2.1         Penegertian Ushul Fiqih .........................................................................................
2.2         Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih Dan Fiqih ..................................................................
2.3         Sumber-Sumber PenyusunanUshul Fiqih .............................................................

BAB III: Penutup
3.1         Kesimpulan............................................................................................................
3.2         Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ilmu Ushul Fiqih sebenarnya merupakan suatu ilmu yang tidak bisa diabaikan oleh seorang mujtahid dalam upayanya memberi penjelasan mengenai nash-nash syariat islam, dan dalam menggali hokum yang tidak memiliki nash. Juga merupakan suatu ilmuyang diperlukan bagi seorang hakim dalam usaha memahami materi undang-undang secara sempurna, dan dalam menerapkan undang-undang itu dengan praktik yang dapat menyatakan keadilan serta sesuai dengan makna materi yang dimaksud oleh pembuat hokum (syari’). Ia juga suatu ilmu yang juga diperlukan ulama Fiqih dalam melakukan pembahasan,pengkajian, penganalisaan dan pembandingan antara beberapa mazhab dan pendapat. Disamping itu, Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam mengatakan: “Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah swt kecuali dengan ilmu ushul ini. Dari permasalahan-masalahn tersebut, maka makalah ini akan membahas tentang “KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQIH”.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1  Apa yang dimaksud Ushul Fiqih?
1.2.2  Apa yang dimaksud Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih dan Fiqih?
1.2.3  Apa yang dimaksud Sumber-Sumber Penyusunan Ushul Fiqih?

1.3  Tujuan
1.3.1  Mengetahui apa itu Ushul Fiqih.
1.3.2  Mengetahui Kaidah-KaidahUshul Fiqihdan Fiqih.
1.3.3  Mengetahui Sumber-Sumber Penyusunan Ushul Fiqih.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    PENGERTIAN USHUL FIQIH
Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah. Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh. Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh. Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim :
Artinya:"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :
Artinya:"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai...".
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
Artinya:"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan :
Artinya:"Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut :
Artinya:"Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."

2.2     KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQIH DAN FIQIH
Menurut Prof. Hasbi Ash-Shiddiqeqy, qa’idah fiqhiyyah yaitu: “qa’idah-qa’idah yang bersifat kully dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan hokum (maqashidusy syar’i) pada mukalaf serta dari memahami rahasia tasyri’ dan hikmah-hikmahnya.”[1]Cara menguasai pangkal persoalan atau substansi hokum dengan mempelajari kaidah fiqih ushuliyah maupun kaidah fiqhiyyah. Dengan kedua kaidah tersebut nilai-nilai esensial syari’at terurai denga sangat lugas, logis, tuntas, dan rasional.[2]Setiap ilmu pasti memiliki kejelasan obyek kajiannya.Ushul fiqh pun demikian.Obyek kajian ushul fiqh adalah dalil-dalil umum atau kaidah-kaidah. Apabila dirinci, obyek kajian utama ushul fiqh ada empat:
1. Tentang pengertian dan pembagian hukum, yang meliputi pembuat hukum (syari‘), beban hukum (mahkum bih), dan penanggung beban hukum (mahkum ‘alaih).
2.Tentang sumber-sumber hukum atau dalil-dalil hokum.
3.Kaidah-kaidah memahami sumber hukum, termasuk ketika terjadi pertentangan tuntutan sumber hukum.
4.Ketentuan orang yang mampu melakukan penggalian hukum (mujtahid).
a. Cakupan Ushul Fiqh
1. Kajian tentang adillah syar’iyyah (sumber-sumber hukum Islam) yang asasi (Al-Qur’an dan Sunnah) maupun turunan (Ijma’, Qiyas, Maslahat Mursalah, dan lain-lain).
2. Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya, siapa saja yang mendapat beban kewajiban beribadah kepada Allah dan apa syarat-syaratnya, apa karakter beban tersebut sehingga ia layak menjadi beban yang membuktikan keadilan dan rahmat Allah.
3.Kajian bahasa Arab yang membahas bagaimana seorang mujtahid memahami lafaz kata, teks, makna tersurat, atau makna tersirat dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Rasulullah saw, bahwa sebuah ayat atau hadits dapat kita pahami maksudnya dengan benar jika kita memahami hubungannya dengan ayat atau hadits lain.
4.Metode yang benar dalam menyikapi dalil-dalil yang tampak seolah-olah saling bertentangan, dan bagaimana solusinya.
5.  Ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat mujtahid.
b. Perbedaan Kaidah Ushul (al-qawaid al-ushuliyyah) dan kaidah fiqh (al-qawa‘id al-fiqhiyyah)
Beberapa kriteria yang bisa dijadikan pegangan untuk membedakan antara kaidah ushul dengan kaidah fiqh:
1.      Kaidah ushul digunakan untuk melakukan pengambilan hukum (istimbath) dari sumber-sumber hukum. Sementara itu, kaidah fiqh digunakan untuk melakukan pemecahan masalah hukum praktis yang muncul dalam penerapan hasil istimbath deari dalil-dalil Alquran. Contohnya adalah bahwa menurut kaidah ushul “larangan tanpa ada petunjuk yang melunakkannya berarti haram.” Larangan daging babi dalam Alquran berdasarkan penggunaan kaidah ushul tersebut oleh ahli fiqh disimpulkan bahwa daging babi haram.
2.      Kaidah ushul diperoleh secara deduktif, sedangkan kaidah fiqh secara induktif. Kaidah ushuliyah merupakan mediator untuk meng-istinbath-kan hokum syara’ amaliah, sedangkan kaidah fiqhiyah adalah kumpulan hokum-hukum yang serupa diikat oelh kesamaan ‘illat atau kaidah fiqhiyah yang mencakupnya dan tujuannya taqribu al-masa’il – alfiqhiyawa tashiliha.[3]
3.      Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya, muamalahnya,…, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.
4.      Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.
5.      Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis dalam bahasa Arab, ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari kesalahan berbahasa, sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.
6.      Kaidah-kaidah ushul lebih kuat, umum dan sedikit daripada kaidah-kaidah fiqih.
c.  Kaidah Assasiyah dan Kaidah Far’iyah
1. Segla sesuatu bergantung pada tujuannya
    Contoh: kalau kita solat pasti bertemu dengan yang namanya niat, kalau kita tidak bertemu dengan niat berarti kita tidak pernah solat. Begitu juga dengan yang lainnya, seperti puasa, zakat, haji, dll. Kita pasti bertemu dengan yang namanya niat.[4] Para ulama mengambil dasar kaidah ini dari ayat Al-Qur’an (QS. Ali Imran: 145). Salah satu cabangya: “maksud dari suatu lafadz adalah menurut niat orang yang menguapkannya, kecuali dalam satu tempat, yang dalam sumpah dihaadapan hakim. Dalam keadaan demikian, maksud lafadz menurut niat hakim.”[5]
2. Kemudharatan harus dihilangkan
Contoh: jika ada sebuah pohon yang besar dan memiliki buah yang besar dan selalu jatuh menimpa pejalan kaki dibawahnya sampai hahrus dibawa ke rummah sakit maka pohon tersebut harus ditebang. Dasar kaidah ini beracuan pada nash Al-Qur’an surat Al-AlA’raf:56. Contoh cabang kaidahnya; “jika ada dua kemudharatan yang bertentangan, diambil kemudharatan yang paling besar.” [6]
3. kebiasaan dapat menjadi hokum
     Contoh:ketika disuatu tempat ada suatu kebiasaan yang telah mendarah daging dan ketika tidak melakuan maka akan mendapatkan sangsi, seperti petik laut didaerah pesisir jika tidak melakukannya maka akan dikucilkan.berdasarkan nash Al-Qur’an surat Al-A’raf: 199. Cabangnya: “yang ditetapkan melaui ‘urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash.”[7]
4. keyakinan tidak dapat hilang karena adanya kekurangan
     Contoh: jika kita ragu masih memiliki wudu atau tidak maka berwudulah, tapi jika kita yakin maka solatlah dan itu sah walau pada kenyatannya kita tlah batal wudu. Cabangnya: “asal dari kemudahan adalah keharaman.”[8]
5. kesukaran mendatangkan kemudahan
     Jika kita sedang dalam perjalanan dan telah sampai pada waktu untuk mengqasar salat, maka kita boleh mengqasanya karena jika kita tidak mengqasar solat maka kita tidak akan solat tepat pada waktunya. Karena orang yang sedang diperjalanan pastilah dikejar waktu dan sulit untuk melaksanakan solat tepat waktu. Qidah ini berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 185. Cabangnya atas kaidah: “rukhsah itu tidak dapat disangkut pautkan dengan keraguan.”[9]

2.3    SUMBER-SUMBER PENYUSUNAN USHUL FIQH
Ushul fiqh disusun dengan perangkat keilmuan yang lain. Imam Ibnu Hajib berpendapat bahwa sumber utama penyusunan ushul fiqh adalah bahasa (Arab), ilmu kalam, dan hukum-hukum (fiqh).Ilmu kalam menjadi bagian penting dalam ushul fiqh, khususnya ushul fiqh aliran mutakallimin (Syafi’iyyah).Ilmu kalam menjadi dasar pengenalan tentang siapa pemilik otoritas hukum, hukum sebelum ada wahyu, dan kaitan keimanan dengan pembebanan hukum.Ilmu kalam menjadi landasan untuk membangun sebuah sistem hukum yang berlandaskan nilai ketuhanan dan keimanan.
Ilmu bahasa merupakan bagian terpenting dalam ushul fiqh.Para ulama ushul memberikan porsi besar bagi ulasan mengenai teori bahasa hingga pemaknaan kata dan kalimat.Kitab al-Mahsul karya Imam Fakhruddin al-Razi, misalnya, memberikan ulasan mengenai persoalan kebahasaan lebih dari separuh tulisannya.Imam al-Syafi‘i dalam kitabnya al-Risalah menegaskan bahwa Alquran dan hadits berbahasa Arab. Karena itu, ia menyarankan agar Alquran dan hadits dipahami menurut cara orang Arab memahaminya.Ilmu fiqh diperlukan karena pembahasan mengenai kaidah-kaidah memerlukan contoh-contoh untuk membumikan kaidah-kaidah tersebut. Tanpa contoh praktis, akan sulit untuk melihat pengaruh perbedaan kaidah terhadap kesimpulan hukum. Tanpa contoh penerapan, kaidah-kaidah akan sulit dipahami.
Ilmu hadits menjadi penting karena hadits adalah sumber kedua hukum Islam.Agar dapat digunakan sebagai sumber istimbath (pengambilan hukum) hadits harus jelas dulu kesahihannya karena hadits dlaif, apalagi yang maudlu (palsu) tidak bisa digunakan sebagai hujjah (argumentasi).Kriteria kesahihan hadits yang menjadi bidang ilmu hadits dipergunakan juga dalam ushul fiqh untuk memastikan apakah sebuah hadits bisa dijadikan pijakan penyimpulan hukum atau tidak.Dalam ushul fiqh, pembahasan mengenai perbuatan Rasulullah dan persetujuan (taqrir) Rasulullah terhadap amalan sahabat mendapatkan porsi bahasan.Meskipun masuk dalam beberapa kitab ushul, logika Yunani tidak serta merta memiki pengaruh besar dalam istimbath hukum.Pola istimbath hukum selama ini tetap mengacu kepada pola kebahasaan dan pertimbangan kemaslahatan.
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh. Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh. Hubungan Ushul Fiqih dengan Fiqih
Obyek kajian utama ushul fiqh ada empat:
·         Tentang pengertian dan pembagian hukum, yang meliputi pembuat hukum (syari‘), beban hukum (mahkum bih), dan penanggung beban hukum (mahkum ‘alaih).
·         Tentang sumber-sumber hukum atau dalil-dalil hukum
·         Kaidah-kaidah memahami sumber hukum, termasuk ketika terjadi pertentangan tuntutan sumber hukum.
·         Ketentuan orang yang mampu melakukan penggalian hukum (mujtahid).
Ghayah (tujuan) dan tsamarah (buah) ilmu ushul adalah agar dapat melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil syar’i secara langsung.Salah satu faktor yang menyebabkan munculnya penulisan ilmu ushul fiqh yaitu munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian mendesak.

B.     SARAN
Setelah memahami makalah ini, maka sebaiknya kita mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad yang benar sesuai batasan-batasan syariat. Kemidian mengapllikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Wahhab Abdul.Cet I, Shafar 1421 H/ April 2003 M. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.
Sahal Hasan Ahmad. 4/1/2007/14 Zulhijjah 1427 H.Ushul Fiqih._______
Zain An Najah Ahmad.____ Urgensitas Ushul Fiqh Dalam Konteks Kontemporer.______
Burhanuddin, “Fiqih Ibadah”, Bandung: Pustaka setia, 2001, hal, 249.
          Haq, Abdul dkk, “Formulasi Nalar Fiqih”, Surabaya: Santri Salaf, 2009.
          Kurdi, Muliadi, Ushul Fiqih Sebuah pengenalan Awal, cet. 1, Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Banda Aceh: 2011, hal, 4.
          Mu’in, A. dkk, “Ushul Fiqih 1”, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986, hal, 181.





[1] A. Mu’in, dkk, “Ushul Fiqih 1”, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986, hal, 181.
[2] Abdul haq, dkk, “Formulasi Nalar Fiqih”, Surabaya: Santri Salaf, 2009, hal, 3.
[3] Muliadi Kurdi, Ushul Fiqih Sebuah pengenalan Awal, cet. 1, Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Banda Aceh: 2011, hal, 4.
[4] Drs. Burhanuddin, Mag, “Fiqih Ibadah”, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hal,249.
[5] Ibid, hal, 251.
[6] Ibid, hal, 260.
[7] Ibid, hal, 262.
[8] Ibid, hal, 254.
[9] Ibid,hal, 257.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH Perkembangan Moral

MAKALAH Konsep dan Fungsi Manusia Berkualitas