MAKALAH Perkembangan Moral
MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
yang Dibina oleh Tahrir, M.Si
oleh:
kelompok
6
kelas
3
Annisa Haeruljanah
(2015110035)
Afifah Ruthianeu (2015110027)
Nur Ratna Sari (2015110033)
PRODI S1 TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
YAPATA AL-JAWAMI BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Dalam makalah
ini kami membahas tentang “Perkembangan
Moral”.
Terimakasih kami ucapkan kepada
dosen kami Tahrir, M.Si. yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
mahasiswa yang turut berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan
mengetahui apa yang dimaksud dengan Perkembangan moral yang didalamnya
terkandung pengertian perkembangan moral, dan perkembangan kepribadian.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi
sekaligus menambah wawasan khususnya bagi pemateri, umumnya bagi para pembaca.
Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah maupun kosa
kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik dan benar.
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan
kami untuk kedepannya. Terima kasih.
Bandung,
1 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….……....……….. 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………….…………..…. 3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
………………………………………………………….………….. 4
1.2. Rumusan Masalah
……………………………………………………….…….……. 4
BAB II: PEMBAHASAN
2.1.
Perkembangan Moral ………………………….………………………….……….. 5
2.1.1. Pengertian Moral dan Perkembangan Moral
……………………………...…… 5
2.1.2. Tahap
Perkembangan Moral …………………………………………….……. 6
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
…………………………..... 7
2.1.4.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral …………………………..... 8
2.2. Perkembangan Kepribadian …….……………………………………...………….
9
2.2.1.
Pengertian Kepribadian ………………………………………………………. 9
2.2.2.
Proses Perkembangan Kepribadian ………………………………………...… 9
2.2.3.
Aspek-aspek Kepribadian ………………………………………………..… 10
2.2.4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian ……………..... 11
2.2.5. Hubungan
Antara Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Perkembangan Kepri-
badian
Siswa ……………………………………………………………………..... 12
BAB III: PENUTUP
3.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pendidikan pada dasarnya bertujuan
untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya, dan melalui pendidikan dapat diwujudkan generasi muda
yang berkualitas baik dalam bidang akademis, religious maupun moral. Hal ini
erat kaitannya dengan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1. Berdasarkan
tujuan pendidikan nasional, salah satu upaya sekolah dalam rangka meningkatkan
mutu lulusan siswanya adalah dengan menanamkan aspek kepribadian kepada setiap
siswa.
Aspek kepribadian ini merupakan
nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan sikap dan perilaku. Untuk mencapai
dan memiliki kepribadian yang mantap, diperlukan kepribadian siswa yang
disiplin, giat, gigh, dan tekun. Lingkungan sekolah tempat berlangsungnya proses
pembelajaran diharapkan memberikan konstribusi yang positif terhadap
perkembangan jiwa siswa karena sekolah adalah tempat berlangsungnya
pendidikan.Anak belajar untuk menjalani kehidupan melalui interaksi dengan
lingkungan. Lingkungan yang kedua setelah lingkungan keluarga dikenal anak
adalah lingkungan sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan kepribadian anak didik. Di sekolah siswa melakukan
berbagai kegiatan untuk mencapai keberhasilan belajar.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa
devenisi moral dan perkembangan moral?
1.2.2. Apa Tahap-tahap Perkembangan Moral?
1.2.3. Apa sajakah Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Moral?
1.2.4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral?
1.2.5. Pengertian Kepribadian?
1.2.6. Proses Perkembangan Kepribadian?
1.2.7. Aspek-aspek Kepribadian?
1.2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya
Kepribadian?
1.2.9. Apa sajakah Hubungan Antara Pola Asuh Orang
Tua Otoriter dengan Perkembangan Kepribadian Siswa?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PERKEMBANGAN MORAL
2.1.1. Pengertian
Moral dan Perkembangan Moral
Pengertian Moral menurut Gunarsa adalah rangkaian
nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Istilah moral
sendiri berasal dari kata mores yang berarti tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan. Menurut Shaffer adalah
kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya
dengan masyarakat dan kelompok sosial. Moral ini merupakan standar baik dan
buruk yang ditentukan oleh individu dengan nilai-nilai sosial budaya di mana
individu sebagai anggota sosial. Menurut Rogers adalah aspek kepribadian
yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara
harmonis, seimbang dan adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya
kehidupan yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan
karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial
dan moral.[1][1]
Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan
moral pada intinya bersifat rasional. ia
membenarkan gagasan Jean Piaget yang mengatakan bahwa
pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam
proses pertimbangan moral. Adanya kesejajaran antara perkembangan kognitif
dengan perkembangan moral dapat dilihat pada masa remaja yang mencapai tahap
tertinggi dari perkembangan moral, yang kemudian ditandai dengan kemampuan
remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya. Kolhberg (dalam Santrock, 2002:370)
menekankan bahwa perkembangan moral
didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.
Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain.
Dalam
mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang
yang berbeda yaitu: Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan
untuk perilaku etis, Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan
bermoral, Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu. Pendidikan
moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang
mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan
memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.[2][4]
2.1.2. Tahap
Perkembangan Moral
Menurut Kohlberg (dalam Ormord, 2000:371). Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan moral, yaitu
tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional. Masing-masing
tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium)
yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap.
a.
Tingkat Penalaran Prakonvensional
Pada penalaran prakonvensional anak
tidak memperhatikan internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Pada tingkat ini
terdapat dua tahap.
·
Tahap
satu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment and obedience orientation): tahap
penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang
dewasa menuntut mereka untuk taat.
·
Tahap
dua individualisme dan tujuan (individualism and purpose): tahap penalaran
moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat
bila mereka ingin dan butuh untuk taat. Apa yang benar adalah apa yang
dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
b.
Tingkat Penalaran Konvensional
Pada tingkat ini, internalisasi
indivdual ialah menengah.Seseorang menaati standar-standar (internal) tertentu,
tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti
orang tua atau aturan-atuaran masyarakat.
·
Norma-norma
interpersonal (interpersonal norms). Seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan
moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada
tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai seorang
“perempuan yang baik” atau seorang “laki-laki yang baik.”
·
Moralitas
sistem sosial (social system morality). Pertimbangan-pertimbangan didasarkan
atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban.
c.
Tingkat Penalaran Pascakonvensional
Tingkat ini ialah tingkat tertinggi
dalam teori perkembangan moral kohlberg. Pada tingkat ini moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
·
Hak-hak
masyarakat dengan hak-hak individual (community rights and individual rights).
Seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif
dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang
menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa
hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan,
lebih penting dari pada hukum.
·
Prinsip-prinsip
etis universal (universal ethical principles). Seseorang telah mengembangan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang manusia yang
universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan
mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
2.1.3.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Moral
a. Perkembangan
Kognitif Umum
Penalaran moral yang tinggi yaitu
penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti
kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan memerlukan refleksi yang
mendalam mengenai ide-ide abstrak.Dengan demikian dalam batas-batas tertentu,
perkembangan moral tergantung pada perkembangan kognitif. (Kohlberg dalam
Ormord, 2000:139). Contoh: anak-anak secara intelektual berbakat umumnya lebih
sering berpikir entang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di
masyarakat lokan ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya
(Silverman dalam Ormord, 200:139). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak
menjamin perkembangan moral. Anak yang
memiliki bakat khusus menonjol sering disebut dengan istilah talented
children, [3][16]sedangkan anak
yang memiliki bakat intelektual menonjol sering disebut dengan istilah gifted
children.
b. Penggunaan
Rasio dan Rationale
Anak-anak lebih cenderung memperoleh
manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan
emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain.
Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat
diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi
(Hoffman dalam Ormord, 2000:140). Contoh: induksi berpusat pada korban induksi
membantu siswa berfokus pada kesusahan orang lain dan membantu siswa memahami
bahwa mereka sendirilah penyebab kesesahan-kesusahan tersebut. Penggunaan
konduksi secara konsisten dalam mendisiplinkan anak-anak, terutama ketika
disertai hukuman ringan bagi perilaku yang menyimpang misalnya menegaskan bahwa
mereka harus meminta maaf atas perilaku yang keliru.
c.
Isu dan Dilema Moral
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori
perkembangan moral menyatakan bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang
secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat
ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat
itu. Dalam upaya membantu anak-anak yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg
menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap yang
dimilik anak pada saat itu. Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang
sangat mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela membiarkan
temannya menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya mungkin menekankan logika hokum
dan keteraturann dengan menyarankan agar semua siswa seharusnya menyelesaikan
pekerjaan rumahnya tanpa bantuan orang lain karena tugas-tugas pekerjaan rumah
dirancang untuk membantu siswa belajar lebih efektif.
d. Perasaan
Diri
Anak-anak lebih cenderung terlibat
dalam perilaku moral ketika mereka berfikir bahwa mereka sesungguhnya mampu
menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki efikasi diri yang
tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narvaez dalam Ormrod,
200:140). Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan
komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara
keseluruhan. Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh
perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain.
2.1.4.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral
Bayi tidak memiliki hierarki nilai
dan suara hati. Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral,
dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral. Lambat laun
ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan
teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral ini. Belajar
berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya merupakan proses yang lama dan
lambat. Tetapi dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan berdasarkan
dasar-dasar inilah bayi membangun kode-kode moral yang membimbing perilaku bila
telah menjadi besar nantinya. Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai
benar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang
ditimbulkannya dan bukan menurut baik atau buruknya efek suatu tindakan
terhadap orang-orang lain.
Untuk sebagian remaja serta orang
dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan
moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum
benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat. Pedoman
meraka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan bagi mereka yang dapat mencapai
tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri
seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain.
2.2. PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
2.2.1.
Pengertian Kepribadian
Kepribadian yang sesungguhnya adalah
abstrak (ma’nawiyah), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang
dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek
kehidupan. Misalnya dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang
ringan maupun yang kuat. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu
punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula orang yang
mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk dan
sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau kepribadian itu dipakai
untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada seseorang.
May
berpendapat bahwa “Kepribadian adalah suatu aktualisasi dari proses hidup dalam
seorang individu yang bebas, terintegrasi dalam masyarakat dan memiliki satu
perasaan cemas dalam batin, yang berhubungan dengan religiusitas. Withington berpendapat “Kepribadian
adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang
nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri
seseorang tetapi lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama
suatu kulturil.
2.2.2.
Proses Perkembangan Kepribadian
a. Proses
perkembangan kepribadian anak
·
Pendidikan
langsung: melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi
yang sudah dan benar atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa
lainnya dan hal yang penting adalah keteladanan itu sendiri.
·
Identifikasi:
dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang
yang menjadi idolanya.
·
Proses
coba-coba (trial and error): dengan cara mengembangkan tingkah laku
moral semacam coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan
akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau
celaan akan dihentikan.
b.
Proses perkembangan kepribadian
Keefektifan pendidikan moral di sekolah diteliti oleh
Harshorne dan May pada tahun 1928-1930. Dari penelitian tersebut ditemukan
hal-hal berikut[4][5]
1. pendidikan
watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak memengaruhi pendidikan
prilaku moral.
2. pendidikan
etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran
tentang aturan-aturan berprilaku benar dan baik di sekolah sedikit berpengaruh
terhadap pembentukan moral sebagaimana yang dikehendaki.
Dewey menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan
adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral, prinsip-prinsip psikologi
dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan
dalam membangun kpribadian siswa yang kuat.[5][6]
2.2.3.
Aspek-aspek Kepribadian
a.
Aspek Kejasmanian
Meliputi tingkah laku luar yang
mudah nampak dan ketahuan dari luar.
·
Dikerjakan
oleh lisan: membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu yang bermanfaat dan
mengerjakannya.
·
Dikerjakan
oleh anggota tubuh lain: berbakti kepada orang tua, memenuhi kebutuhan,
menetapkan suatu berdasarkan musyawarah, memenuhi peraturan, menghormati orang
lain dan sebaginya.
b. Aspek
kejiwaan
Meliputi aspek-aspek yang tidak
dapat dilihat dan tidak ketahuan dari luar.Seperti : mencintai Tuhan dan
agamanya, mencintai dan memberi tanpa pamrih, ikhlas dalam beramal, sabar tidak
sombong, pemaaf, tidak mendendam, dan lain-lain.
c. Aspek
kerohanian yang luhur
Meliputi aspek-aspek kejiwaan yang
lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, meliputi sistem nilai-nilai
yang telah meresap di dalam kepribadian yang mengarah dan memberi corak sebuah
kehidupan individu.Bagi yang beragama aspek inilah yang menentukan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Yoesoef
Noessyirwan (1978) menganalisis kepribadian ke dalam empat daerah bagian
atau aspek, yaitu :
·
Vitalitas
sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi.
·
Temperamen
sebagai konstanta dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara bereaksi
dan bergerak.
·
Watak
sebagai konstanta dan hasrat, perasaan dan kehendak pribadi mengenai
nilai-nilai.
·
Kecerdasan,
bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi
2.2.4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian
Andi Mappiare mengatakan bahwa kepribadian
terbentuk dari tiga factor, yaitu:
a.
Pembawaan (hereditas)
Pembawaan ialah segala sesuatu yang
telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang
bersifat keturunan.Anak merupakan warisan dari sifat-sifat pembawaan orang
tuanya yang merupakan potensi tertentu. Beberapa ahli ilmu pengetahuan
menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental
maupun sifat kepribadian yang diinginkan: Pertumbuhan fisik, Kemampuan mental
dan bakat khusus.
b.
Lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut
mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan bersifat sosial
dan lingkungan fisik. Yang dimaksud lingkungan sosial ialah lingkungan yang
terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara individu tersebut
menimbulkan proses sosial dan proses ini mempunyai pengaruh yang penting dalam
perkembangan pribadi seseorang dengan pendidikan lingkungan sosial yang disebut
pergaulan erat dengan seseorang berupa tingkah laku, sikap, mode pakaian atau
cara berpakaian dan sebagainya. Lingkungan fisik (alam) mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan pribadi seseorang.
Anak yang dibesarkan di daerah
pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di daerah pegunungan. Meskipun
kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap kepribadian seseorang, namun kadar
pengaruhnya berbeda menurut umur dan fase pertumbuhan. Faktor lingkungan yang
paling berperan dalam perkembangan kepribadian adalah: Rumah, Sekolah, Teman
sebaya. Faktor yang tidak kalah penting dalam memahami perkembangan kepribadian
anak ialah self concept (citra diri) yaitu kehidupan kejiwaan yang
terdiri atas perasaan, sikap pandang, penilaian, dan anggapan yang semuanya
akan terpengaruh dalam keputusan tindakan sehari-hari.
2.2.5. Hubungan
Antara Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Perkembangan Kepribadian Siswa
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Berdasarkan
peneltiian yang dilakukan oleh Hirschi dan Selvin (1967) sebagaimana dikutip
oleh Dadang Hawari menujukkan bahwa kepribadian orang tua sangat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak.bila salah seorang atau kedua oang tua mempunyai
kelainan kepribadian orang tua mempunyai kelainan kepribadian, maka presentase
kenakalan anak akan jauh lebih tinggi daripada kalau kedua orang tua tidak
mempunyai kelainan kepribadian.
Pola tingkah laku pikiran dan sugesti ayah ibu dapat
mencetak pola yang hampir sama pada anak-anak. Tingkah laku orang tua itu mudah
sekali menular kepada anak-anak, khususnya mudah dioper oleh anak-anak puber
dan adolensens yang jiwanya belum stabil dan tengah mengalami banyak gejolak
batin. Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
yang berasal dari dalam misalnya: faktor-faktor yang berhubungan dengan
konstitusi tubuh, struktur tubuh dan keadaan fisik, koordinasi motorik,
kemampuan mental dan bakat khusus dan emosionalitas. Sedangkan faktor dari luar
adalah lingkungan seperti ; rumah, sekolah dan teman sebaya.
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Perkembangan
moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.
Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain.
Perkembangan
moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran,
perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana
seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi
intrapersonal (nilai dasar dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi
interpersonal (apa yang seharusnya dilakukan orang dalam interaksinya dengan
orang orang lain).
Kepribadian adalah keseluruhan
tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang
lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi
lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.
Dalam
proses pembentukan kepribadian seorang remaja, hal yang paling mempengaruhi
adalah sekolah. Pentingnya sekolah dalam memainkan peranan didiri siswa dapat
dilihat dari realita sekolah sebagai tempat yang harus dihadiri setiap
hari.Sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa
perkembangan konsep diri, anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah
dari pada di rumah.Di samping itu sekolah memberi kesempatan siswa untuk meraih
sukses serta memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan
kemampuannya secara realistik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sunarto,
Hartono Agung. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Eva Yuliawati MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL.htm
Makalah Perkembangan Kepribadian Siswa _ Perkuliahan.com.htm
Pengertian Moral dan Tahap perkembangannya _ Pengertian
Pakar.htm#_
Tahap Perkembangan Moral Anak Usia Dini by Para Ahli.htm
Piaget (dalam Slavin, 2008:69) dalam
Eva Yuliawati MAKALAH PERKEMBANGAN
MORAL.htm
Kohlberg (dalam Ormord,
2000:371)dalam Eva Yuliawati MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL.htm
Komentar
Posting Komentar