MAKALAH Konsep dan Fungsi Manusia Berkualitas
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Dalam makalah
ini kami membahas tentang “Konsep dan
Fungsi Manusia Berkualitas menurut Al-Qur’an”.
Terimakasih kami ucapkan kepada
dosen kami Dudi Suryadarma , M.Ag. yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
mahasiswa yang turut berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan
mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep dan fungs manusia berkualitas
menurut Al-Qur’an yang didalamnya terkandung kualitas social, iman,
intelektual, juga amal saleh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
motivasi sekaligus menambah wawasan bagi kita para pembaca.
Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah maupun kosa
kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik dan benar.
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan
kami untuk kedepannya. Terima kasih.
Bandung,
26 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… 2
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
………………………………………………………………………….. 3
1.2. Rumusan Masalah
………………………………………………………………………. 3
BAB II: PEMBAHASAN
2.1. Konsep Manusia Menurut
Al-Qur’an ………….……………………………….……….. 4
2.2. Fungsi Manusia Menurut
Al-Qur’an …….…………………………………....…………. 8
2.3. Manusia Berkualitas Menurut
Al-Qur’an …..………………………………….………… 9
.
BAB III: PENUTUP
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk yang
sangat menarik. Oleh karena itu, manusia sering menjadi perbincangan di
berbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia,
karya, dan dampak dari karya-karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
Indonesia merupakan negara yang
religius dan memiliki toleransi yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya
agama yang berkembang di Indonesia dan rukunnya kehidupan antarumat berbeda
agama di Indonesia. Islam adalah salah satu agama yang berkembang di Indonesia
dan mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam. Islam
mengajarkan umatnya untuk saling berbagi dan menyayangi satu sama lain,
membantu siapapun yang memerlukan bantuan termasuk umat beda agama. Di mata
Alloh SWT, semua manusia adalah sama. Amal dan ibadahnyalah yang membedakan
derajat seorang manusia dengan manusia lain.
Alasan tersebutlah yang membuat penulis
merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai konsep manusia menurut
Islam. Selain alasan tersebut, yang melatarbelakangi penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
1.2. Rumusan
Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas konsep
manusia dalam Islam, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan.
Oleh karena hal tersebut, penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang
dimaksud dengan konsep manusia menurut Al-Qur’an?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep
manusia menurut Islam?
4. Apa fungsi manusia menurut
Al-Qur’an?
5. Apa yang
dimaksud manusia berkualitas menurut Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSEP
MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang
digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan
kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur’an dipakai untuk manusia yang tunggal,
sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya,
anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang
berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka dapatlah dikatakan
bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang
lahir dari adanya kesadaran penalaran [Musa Asy’arie, 1992 : 22]. Kata insan
digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang
lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan [M.Quraish Shihab,
1996 : 280].
Kata insan jika dilihat dari asalnya
nasiya yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan kesadaran diri. Untuk
itu, apabila manusia lupa terhadap seseuatu hal, disebabkan karena kehilangan
kesadaran terhadap hal tersebut. Maka dalam kehidupan agama, jika seseorang
lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa,
karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajiban itu. Tetapi hal ini berbeda
dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap sesuatu kewajiban. Sedangkan kata
insan untuk penyebutan manusia yang terambil dari akar kata al-uns atau anisa
yang berarti jinak dan harmonis, (Musa Asy’arie, 1996 : 20) karena manusia pada
dasarnya dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungannya. Manusia
mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun
alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk
yang berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah.
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua
makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar
adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. “Manusia dinamai basyar
karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain”.
Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali
dalam bentuk mutsanna [dual] untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya
serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW
diperintahkan untuk menyampaikan bahwa “Aku adalah basyar (manusia) seperti
kamu yang diberi wahyu [QS. al-Kahf (18): 110]. Di sisi lain diamati bahwa
banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan
bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga
mencapai tahapan kedewasaan. Firman allah [QS.al-Rum
(3) : 20] “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya [Allah] menciptakan kamu
dari tanah, ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran”. Bertebaran di sini bisa
diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezki
[M.Quraish Shihab,1996 : 279].
Selain itu, al-Qur’an juga menyebutkan
sifat-sifat kelemahan dari manusia. Manusia banyak dicela, manusia dinyatakan
luar biasa keji dan bodoh. Qur’an mencela manusia disebabkan kelalaian manusia
akan kemanusiaannya, kesalahan manusia dalam mempersepsi dirinya, dan kebodohan
manusia dalam memanfaatkan potensi fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka
bumi ini. Manusia dicela karena kebanyakan dari mereka tidak mau melihat
kebelakang (al’aqiba), tidak mau memahami atau tidak mencoba untuk memahami
tujuan hidup jangka panjang sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima
amanah. Manusia tidak mampu memikul amanah yang diberikan Allah kepadanya, maka
manusia bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan dan binatang buas
sekalipun – derajat manusia direndahkan – Firman Allah QS. al-Ahzab : 72 :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatirkan menghianatinya, dan dipukullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
Konsep
Manusia dalam Islam:
1. Pengertian Manusia dalam Alqur’an
Quraish Shihab mengutip dari Alexis
Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk
mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Istilah kunci yang digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar,
al-insan, dan an-nas.
Kata basyar
disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia
sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian
kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan
lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65
kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama
al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab
[3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri
manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga
al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi
dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada
sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual. Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an
mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu
misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8).[1][1]
Dari uraian ketiga makna untuk
manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis
dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun
kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku
(sunnatullah).[2][2]
Al-Qur’an
memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai
manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai
cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan,
mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan
argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran
justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan
menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski
dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan
kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai
makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif,
haniif).
2. Tujuan Penciptaan Manusia
Kata “Abdi” berasal dari kata
bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”, ibadah (mengabdi/memperhambakan
diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian
ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat
pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi
seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan
menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.[3][3]
3. Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada
Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap
dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang
abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi
khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada
diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah
menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk kepentingan
manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS Al-Baqarah
[2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat manusia
sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinyakepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia
tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah martabatnya daripada
manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk
kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk
kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus
menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari
mensakralkan atau menuhankan alam.
4. Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an
a. Makhluk
yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu
yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c. Makhluk
yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
d. Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati
e. Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
f. Makhluk
Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
g. Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial
h. Makhluk
yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban,
mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4][4]
5. Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin,
M.HI)
Manusia terdiri dari sekumpulan
organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat
dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa. Secara Dualisme
manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan roh).
Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam
ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari Ruhani,
manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan
perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai kecerdasan.[5][5]
2.2. FUNGSI MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN
Dalam al-Qur’an, manusia berulang kali
diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara posetif. Al-Qur’an
mengatakan bahwa manusia itu pada prinsipnya condong kepada kebenaran (hanief)
sebagai fitrah dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi
kecenderungan, yaitu cenderung kepada kebenaran, cenderung kepada kebaikan,
cenderung kepada keindahan, cenderung kepada kemulian, dan cenderung kepada
kesucian. Firman Allah [QS. ar-Ruum (30) : 30], sebagai berikut :
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. [Itulah] agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” [ QS. 30 : 30].
Manusia juga diciptakan sebagai makhluk
berpribadi yang memiliki tiga unsur padanya, yaitu unsur perasaan, unsur akal
(intelektua), dan unsur jasmani.
Ketiga unsur ini berjalan secara
seimbang dan saling terkait antara satu unsur dengan unsur yang lain. William
Stren, mengatakan bahwa manusia adalah Unitas yaitu jiwa dan raga merupakan
suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam bentuk dan perbuatan. jika jiwa
terpisah dari raga, maka sebutan manusia tidak dapat dipakai dalam arti manusia
yang hidup. Jika manusia berbuat, bukan hanya raganya saja yang berbuat atau
jiwanya saja, melainkan keduanya sekaligus. Secara lahiriyah memang raganya
yang berbuat yang tampak melakukan perbuatan, tetapi perbuatan raga ini
didorong dan dikendalikan oleh jiwa [Sukirin, 1981 : 17-18].
Berbicara tentang fungsi manusia menurut
al-Qur’an, apabila memperhatikan surah al-Mukminun : ayat 115 yang dikemukan
pada pendahuluan di atas, dapat ditemukan dalam konteks ayat tersebut, bahwa
“manusia adalah makhluk fungsional dan bertanggungjawab”. Artinya manusia
berfungsi terhadap diri pribadinya, berfungsi terhadap masyarakat, berfungsi
terhadap lingkungan, dan berfungsi terhadap Allah Sang
Pencipta Manusia. Fungsi manusia dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Fungsi Manusia Terhadap Diri Pribadi
2.
Fungsi Manusia Terhadap Masyarakat
3.
Fungsi Manusia Terhadap Alam dan Lingkungan
4.
Fungsi Manusia Terhadap Allah
2.3. MANUSIA BERKUALITAS MENURUT AL-QUR’AN
Manusia berkualitas itu antara lain
dinamakan sebagai integrated personality, healthy personality, normal
personality, dan productive personality [M.D.Dahlan, 1990 : 2-3]. Lebih jauh
lagi ditemukan penamaan manusia berkualitas itu sebagai insan kamil, manusia
yang seutuhnya, sempurna, manusia [insane] kaffah, manusia yang hanief. Apabila
memperhatikan al-Qur’an banyak sekali (tidak kurang dari 91) ayat yang
berbicara tentang kejadian manusia, status manusia, martabat manusia. kesucian
manusia, fitrah manusia, sifat manusia, tuags manusia, pembinaan manusia,
penggangu manusia, kemampuan manusia, perbedaan manusia, nasib manusia, dan
perjalan hidup manusia. Pembicaraan tentang manusia berkualitas, tersebar di
antara ayat-ayat tersebut.
“Jelaslah bahwa manusia berkualitas hendaknya
menampilkan ciri sebagai hamba Alla yang beriman, sehingga hanya kepada Allah
ia bermunajah, serta memberikan manfaat bagi sesamanya. Sekirannya lebih dalam
ditelusuri, kedua ciri utama itu kita dapatkan pada manusia taqwa, sehingga
manusia berkualitas dapat pula diartikan sebagai manusia yang beriman dan
bertaqwa” [M.D.Dahlan,1990:7]. Artinya manusia yang berperilakutawakkal,
pemaaf, sabar, muhsin, mau bersyukur, berusaha meningkatan kualitas amalnya dan
mengajak manusia lain untuk beramal. Untuk itu, keutamaan manusia berpangkal
pada adanya iman kepada Allah dan keimannya diwujudkan dalam perilaku yang
memberi manfaat bagi masyarakat, berilmu pengetahuan, dan beramal saleh.
Djamaludin Ancok [1998:12], mengutip Hartanto
[1997], Raka & Hendroyuwono [1998], ada empat kapital, yaitu kapital
intelektual [intelect capital], kapital sosial [social capital], kapital lembut
[soft capital], dan kapital spritual [spritual capital]. Empat kapital yang
dikemukan ini juga menggambar ciri manusia berkualitas. Maka, karakteristik
yang dikemukakan al-Qur’an, menurut hemat pemakalah menjadi tolak ukur kualitas
manusia, karena karakteristik tersebut diturunkan dari konfigurasi nilai-nilai
yang dikemukakan al-Qur’an yang hadir bersama dengan kelahiran manusia ke
dunia, dan menjadi sifat penentu dalam pembentukan kepribadian manusia, yaitu:
1. Kualitas Iman
Keimanan merupakan kebutuhan hidup
manusia, menjadi pegangan keyaninan dan motor penggerak untuk perilaku dan amal
(aktivitas kerja) manusia. Iman sebagai syarat utama dalam mencapai
kesempurnaan atau insan utama, dan merupakan langkah awal untuk menuju
keshalihan dan mewujudkan perilaku, amal saleh dan pengorbanan manusia bagi
pengabdian kepada Allah, karena iman juga sangat terkait dengan amal saleh.
Djamaludin Ancok [1998:15], pada
pembahasan kapital spritual, mengatakan bahwa “semakin tinggi iman dan taqwa
seseorang semakin tinggi pula kepital Intelektual, kapital sosial, dan kapital
lembut”. Manusia yang beriman hatinya akan dibimbing Allah, jiwanya menjadi
tenang dalam melakukan aktivitas hidupnya, dalam QS.at-Taghaabun : 11, Allah berfirman :
…”Siapa yang beriman kepada Allah, Allah akan
memimpin hatinya” [QS.64:11].
2. Kualitas
Intelektual
Kualitas intelektual sudah menjadi
potensi awal manusia, karena ketika manusia diciptakan, “Allah mengajarkan
kepada Adam segala nama benda” [QS.al-Baqarah
(2):31]. Untuk itu, manusia sejak lahir telah memiliki potensi intelektual,
kemudian potensi intelektual ini dikembangkan. Kualitas intelektual merupakan
perangkat yang sangat diperlukan untuk mengolah alam ini. Rasulullah bersabda
“barang siapa yang ingin memperoleh kebahagian dunia, dengan ilmu dan barang
siapa yang ingin memperoleh kebahagian akhirat, dengan ilmu dan barang siapa
yang ingin memperoleh kebahagian keduanya juga dengan ilmu”.
Dalam al-Qur’an surat Mujadalah ayat 11,
Allah mengangkat derajat orang yang memiliki ilmu pengetahuan :
“Allah
mengangkat orang-orang yang beriman dari golonganmu semua dan juga orang-orang
yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat”.
3. Kualitas Amal
Saleh
Amal saleh adalah pembentukan kualitas
manusia, sebab tiap kerja yang dilakukan setiap saat merupakan ukiran kearah
terbentuk kepribadian manusia. Amal saleh sebagai pengejawantahan iman, maka
suatu pekerjaan yang dilakukan harus memiliki orientasi nilai. Ini berarti
sistem keimanan teraktualisasi melalui kerja amal saleh, karena kerja semacam
ini memilik dimensi yang abadi. Al-Qur’an surat at-Tiin ayat 5-6, menyampaikan
bahwa “manusia akan dikembalikan kekondisi yang paling rendah, kecuali manusia
yang beriman dan mengerjakan amal salah”.
4. Kualitas
Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial berfungsi
terhadap masyarakatnya, artinya memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan
dengan orang lain, karena manusia merupakan keluarga besar, yang berasal dari
satu keturunan Adam dan Hawa. Selain itu, Allah menjadikan manusia dalam
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar mereka saling interaksi untuk saling
mengenal dan tolong menolong dalan berbuat kebaikan dan bertaqwa.
Sifat sosial yang dimiliki manusia
sesuai dengan fitrahnya, yaitu adanya kesedian untuk melakukan interaksi dengan
sesamanya. Dalam al-Qur’an, bahwa “manusia selalu mengadakan hubungan dengan
Tuhannya dan juga mengadakan hubungan dengan sesama manusia”. Selain itu dalam
al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2 : bahwa manusia dalam melakukan aktivitas
sosial sifat yang terbangun adalah saling “tolong menolong-menolong dalam
(mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan dilarang tolong-menolong dalam berbuat
maksiat, berbuat kejahatan”. Maka, kualitas sosial sangat terkait dengan
kualitas iman, ilmu, dan amal selah.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang karakteristik
manusia berkualitas menurut al-Qur’an, dan beberapa pendapat dari pada akhli
Psikologi tentang manusia berkualitas. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Bahwa Allah menjadikan manusia tidak sia-sia. Manusia merupakan makhluk
fungsional dan bertanggungjawab, artinya manusia berfungsi terhadap diri
pribadinya, berfungsi terhadap masyarakat, berfungsi terhadap alam dan
lingkungan, dan manusia berfungsi terhadap Allah Sang Penciptanya.
2.
Manusia berkualitas menurut al-Qur’an adalah manusia yang memiliki Iman kepada
Allah, memiliki amal saleh, memiliki ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan
sosial yang baik antara sesama manusia dengan tidak memandang derajat, suku
bangsa, dan agama.
3.
Manusia
adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
M.D.Dahlan, Konsep Manusia Berkualitas Yang
Dipersepsi Dari Al-Qur’an, Al-Hadits dan Qoul Ulama, Makalah Seminar Nasional
Fakultas Syari’ah dan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, tanggal, 19 Maret 1990.
——-, Konsep Manusia Menurut al-Qur’an, dalam Rendra
K (Penyunting), Metodologi Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
Rif’at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut
al-Qur’an, Makalah Disampaikan Pada Simposium Psikologi Islami, Pada Sabtu,
tanggal, 14 Desember 1996, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1996.
Komentar
Posting Komentar